STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ANAK TUNANETRA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Tunanetra merupakan suatu kondisi tidak berfungsinya indera penglihat tanpa ada seseorang secara sebagian (low vision) atau secara keseluruhan (totally blind). Hal ini dapat terjadi sebelum lahir, saat lahir dan setelah lahir. Faktor penyebab ketunanetraan pada masa sebelum kelahiran  (pre-natal) sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorangan dalam kandungan. Penyebab ketunanetraan pada masa sejak atau setelah kelahiran (post-natal) diantaranya kerusakan pada mata atau syaraf mata pada waktu persalinan akibat benturan benda keras.
Tujuan dari dilakukannya pendidikan untuk tunanetra bukan dari kemampuan kognitif, melainkan untuk melatih kemandirian anak tunanetra. Setiap tunanetra dituntut untuk dapat hidup mandiri. Mandiri di sini berarti ia bias mengurus segala keperluan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Mereka harus dapat hidup mandiri supaya mereka dapat bersosialisasi dan dapat menciptakan kehidupan yang layak seperti orang normal pada umumnya. Maka dari itu, tunanetra harus mendapatkan pendidikan yang layak.
Pelayanan khusus sangat diperlukan bagi mereka yang menyandang tunanetra, tanpa adanya perbedaan satu sama lain. Anak dengan tunanetra juga bukan menjadi keinginannya, banyak faktor yang dapat menyebabkan itu. Mereka pastinya ada rasa berbeda dengan teman lainnya. Maka dari itu pemerintah sudah selayaknya memberi perhatian penuh bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus contohmya anak tunanetra. Agar mereka tidak merasa terasingkan dan didiskriminasi dalam hal pendidikan dilingkungan formal khususnya. Anak tunanetra pastinya mempenyai karakteristik tertentu yang menyebabkan mereka berbeda dengan teman sebayanya, mereka tidak bisa bermain sesuka mereka. Dibutuhkannya pendamping khusus bagi mereka yang menyandang tunanetra.
Untuk pelayanan khusus anak tunanetra diperlukan guru yang bisa mengajar dengan baik dan memahami strategi pembelajaran anak tunanetra khususnya strategi pembelajaran bahasa pada anak tunanetra.
Oleh Karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang strategi pembelajaran bahasa untuk anak tunanetra agar guru mengetahui bagaimana cara untuk menga jarak konsep bahasa kepada anak tunanetra dan siswa pun bias mengerti.
B.     Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan tunanetra?
2.      Apa yang dimaksud denganbahasa?
3.      Apa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran?
4.      Bagaimana strategi pembelajaran bahasa untuk anak tunanetra?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian tunanetra
2.      Mengetahui pengertian bahasa
3.      Mengetahui pengertian strategi pembelajaran
4.      Mengetahui strategi pembelajaran bahasa untuk anak tunanetra
                                             

BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Tunanetra
Tunanetra merupakan gangguan penglihatan, baik total maupun sebagian yang menyebabkan mata tidak berfungsi sebagai penglihat, dan saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang pada umumnya. Persatuan tunanetra Indonesia atau PERTUNI (2004) mendefinisikan orang tunanetra adalah orang yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka masih memiliki sisa penglihatan tetap tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang awas). Dalam hal ini, yang dimaksud dengan 12 point adalah ukuran huruf standar pada computer dimana pada bidang selebar 1inci memuat 12 buah huruf. Akan tetapi, ini tidak boleh diartikan bahwa huruf dengan ukuran 18 point, misalnya pada bidang selebar 1 inci memuat 18 huruf. Orang tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional disebut sebagai orang “kurang awas” atau lebih dikenal dengan sebutan “low vision”.
B.     Karakteristik Tunantera
Karakteristik tunanetra dapat berbeda-beda tergantung pada sejak kapan anak mengalami ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya, berapa usianya, serta bagaimana tingkat pendidikannya.
a.       Tingkah laku
1.      Kerap kali mengggosok mata
2.      Menutup mata sebelah/ mengerut kan mata
3.      Menelengkan kepala atau menjulurkan kepala jika melihat
4.      Mengalami kesulitan dalam melihat huruf-huruf pada tulisan atau pekerjaan lain yang memerlukan pengelihatan jarak dekat
5.      Kerap kali mengedip kan mata dari biasanya dan merasa sakit matanya saat mengerjakan pekerjaan yang memerlukan penglihatan jarak dekat
6.      Mendekatkan buku pada matanya saat membaca
7.      Tidak dapat melihat benda dengan jelas saat jarak benda jauh
8.      Mengerutkan kening atau kelopak mata saat melihat
9.      Tidak dapat meletakan benda dengan tepat dan tidak tertarik perhatiannya pada benda-benda yang jauh atau tugas yang memerlukan penglihatan
10.  Peka terhadap cahaya
11.  Tidak dapat mebedakan warna
12.  Sering menabrak benda
13.  Sering memegangi kepala dengan aneh
14.  Sering tidak membuat tugas yang diberikan
b.      Fisik
1.      Mata juling
2.      Mata merah, ada bintik-bintik pada kelopak mata atau bengkak dan berselaput
3.      Mata radang atau berair
4.      Gaya melihat tidak seperti biasa
5.      Sering ada bintik pada keopak mata
6.      Mengeluarkan nanah atau barang asing lainnya
7.      Mata menonjol keluar
8.      Bola mata selalu berputar-putar
c.       Keluhan
1.      Mata gatal, panas, atau sakit
2.      Tidak dapat melihat dengan jelas
3.      Selanjutnya merasa sakit kepala, pusing/ mual saat bekerja dengan menggunakan penglihatan jarak dekat
4.      Kabur atau penglihatan double
5.      Sensitif terhadap cahaya
d.      Motorik
Perkembangan motorik melambat karena kondisi psikis yang kurang mendukung seperti pemahaman terhadap realitas lingkungan, kemungkinan mengetahui adanya bahaya dan cara menghadapi keterampilan gerak yang serba terbatas serta kurangnya keberanian dalam melakukan sesuatu.

Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan pengelihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa. Mereka mengacu pada banyak studi yang menunjukan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam aspek-aspek utama perkembangan bahasa (Mc Ginnia, 1981; Matsuda 1984 dalam hallahan & Kauffman, 1991:308). Karena persepsi auditer lebih berperan dari pada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan bahwa berbagai studi telah menemukan tunanetra relatif tidak terhambat fungsi bahasanya. Anak tunanetra masih dapat mendengar bahasa dan banyak diantara mereka bahkan lebih termotivasi dari pada anak awas untuk menggunakannya karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain.
Akan tetapi, terdapat beberapa perbedaan kecil dalam perkembangan bahasa anak tunanetra dibandingkan dengan anak awas (Andersen, Dunlea dan Kekelis, 1984 ; Warren, 1984 dalam hallahan & Kauffman, 1991 : 308 ; Lewis, 1987 dan llingworth, 1972 dalam Mason & McCall, 1999 : 25). Perkembangan dini bahasa anak tunanetra cenderung agak terhambat oleh kurangnya pengalaman visual mereka. Misalnya, bahasa anak tunanetra cenderung lebih berpusat pada diri sendiri (self-centered), sedangkan penggunaan bahsa anak awas lebih banyak mengacu pada aktivitas yang melibatkan orang lain dan obyek-obyek di dalam lingkungannya.
Lewis (1987 dalam mason & McCall, 1999 : 25) mengemukakan bahwa ketunanetraan sedikit sekali dampaknya terhadap perkembangan pra-bahasa, dan lllingworth (1972 dalam Mason & McCall, 1999:25) berpendapat bahwa anak tunanetra yang normal sebagaimana halnya anak awas, mulai berucap pada usia delapan minggu, menjerit kegirangan dan “berbicara” bila diajak berbicara pada usia 12 minggu, mengucapkan suku-suku kata “ba/ka/da” pada usia 28 minggu, mungkin mengucapkan satu kata yang bermakna dan menirukan bunyi pada usia 48 minggu, dan mungkin meimiliki dua atau tiga kata yang bermakna dalam kosa katanya menjelang usia satu tahun. Sesudah tahapan ini, perkembangan bahasa, anak dengan ketunanetraan yang parah cenderung lebih lambat dari pada anak awas. Misalnya, anak yang normal mungkin sering mengulang-ulang kata-kata pertamanya tanpa sepenuhnya memahami maknanya (echolalia); begitu juga dengan anak tunanetra tetapi hal tersebut berlangsung untuk masa yang lebih lama.
Elestner (1983) dalam mason dan McCall, 1999:26) berpendapat bahwa penyebab keterlambatan bahasa bagi anak tunanetra tersebut berasal dari ketidakmampuannya untuk mengamati hakikat peristiwa visual dan auditer yang terjadi berbarengan.Akibatnya, anak ini kehilangan stimuli yang berharga untuk berbicara, dan kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi.
Anak tunanetra merupakan anak yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan penglihatan sehingga dapat mengganggu kegiatannya dalam sehari-hari. Walaupun anak tunanetra memiliki hambatan dalam penglihatan, anak tunanetra memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya yaitu mendapatkan pelayanan yang khusus terutama dalam hal pendidikannya. Sehingga diperlukan pendidik yang mengerti dan kreatif agar dapat memberikan pendidikan khusus yang layak dan sesuai dengan kemampuan anak tersebut.
Untuk memberikan pembelajaran yang tepat untuk anak tunanetra, guru harus memahami terlebih dahulu karakteristik anak, kebutuhan dan kemampuan agar ketika akan memberikan pembelajaran anak dapat memahami dan mengerti dengan baik. Oleh karena itu, strategi pembelajaran untuk anak tunanetra harus tepat agar sesuai dengan anak khususnya strategi pembelajaran dalam bahasa untuk anak tunanetra agar anak dapat berkomunikasi dengan baik dan bisa bersosialisasi dengan masyarakat.


BAB III
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bahasa
Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk dipergunakan bertutur dengan manusia lainnya dengan tanda, misalnya kata dan gerakan.
Bahasa menurut para ahli :
1.      Plato
Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dnegan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
2.      Wittgenstein
Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas dan memiliki bentuk an struktur yang logis.
3.      Mc. Carthy
Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Bahasa adalah sarana untuk makhluk hidup untuk berinteraksi social dengan makhluk hidup lain baik yang sejenis maupun tidak sejenis. Seperti contohnya kita sebagai manusia mempunyai bahasa sendiri yang dapat dimengerti oleh manusia lain yang ada disekitar kita. Bahasa sangat penting karena bahasa adalah salah satu cara berkomunikasi individu satu dengan individu lain.
B.     Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan suatu serangkaian rencana kegiatan yang termasuk didalamnya penggunaan metode dan pemanfaatan sebagai sumber daya atau kekuatan dalam suatu pembelajaran. Strategi pembelajaran disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi pembelajaran didalamnya mencakup pendekatan, model, metode dan teknik pembelajaran secara spesifik.
Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan pada duapemikiran, yaitu :
1)      Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).
2)      Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untukmengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain).
Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra pada hakekatnya adalah strategi pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran di atas. Pertama-tama guru harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada anak-anak awas, meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya adalah menganalisis komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu dilakukan jika perlu. Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu dalam praktek/proses pembelajaran memegang peran yag sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar. Dalam pembelajaran anak tunanetra terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain :
1.       Prinsip Individual
Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu. Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih luas dan kompleks. Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat ketunanetraan, masa terjadinya kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat kecacatan, dll). Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan anak. Inilah alasan dasar terhadap perlunya (Individual Education ProgramIEP).
2.      Prinsip kekonkritan /pengalaman pengindraan
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower (1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung. Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar, pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan. Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan relevan.
3.      Prinsip totalitas
Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi sensory approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh mengenai suatu objek. Untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak tunanetra harus melibatkan perabaan untuk mengenai ukuran bentuk, sifat permukaan, kehangatan. Dia juga harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung dan bahkan mungkin juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman anak mengenai burung akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak yang hanya menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut. Hilangnya penglihatan pada anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan gambaran yang utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara seretak (suatu situasi atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan beberapa tekhnik penggunaannya menjadi sangatlah penting.
4.      Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)
Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat. Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna mendapatkan isi pelajaran tersebut.
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
1.      Berdasarkan pertimbangan pengolahanpesan terdapat dua macam strategi pembelajran, yaitu deduktif dan induktif. Dalam strategi deduktif pesan atau materi pelajaran diolah dari yang umum menjadi yang khusus, sedangkan strategi induktif kebalikan dari itu.
2.      Berdasarkan pihak pengolah pesan, terdapat dua strategi pembelajaran, yaitu ekspositorik dan heuristik. Dalam strategi pembelajaran ekspositorik gurulah yang mencari dan mengolah pesan yang akan disampaikan, dan siswa hanyalah menerima sedangkan dalam strategi heuristik siswa harus mencari dan mengolah pesan dan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing.
3.      Berdasarkan pertimbangan pengaturan guru, ada dua macam strategi, yaitu strategi pembelajaran dengan seorang  guru dan beregu(team teaching).
4.      Berdasarkan pertimbangan jumlah siswa, terdapat strategi pembelajran klasikal, kelompok kecil, dan individual.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
C.    Strategi Pembelajaran Bahasa Bagi Anak Tunanetra
Untuk strategi pembelajaran bahasa untuk anak tunanetra adalah :
1.      Strategi Individual
Strategi individualisasi adalah strategi pembelajaran mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan individu, baik karakteristik, kebutuhan maupun kemampuan secara perorangan. Strategi ini dikenal dengan Individualized Educational Program (IEP) atau Program Pendidikan Individualisasi (PPI).
Strategi individualisasi dilakukan secara perseorangan, guru dapat memberikan pembelajaran bahasa kepada anak tunanetra sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak tersebut.
2.      Strategi Kooperatif
Strategi kooperatif adalah strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pada strategi kooperatifanak tunanetra dituntut untuk bekerja sama dengan anak lainnya dalam pembelajaran bahasa, karena pada strategi ini anak harus saling membantu dalam mencapai tujuan. Seperi halnya dalam pembelajaran bahasa anak tunanetra akan berkomunikasi secara langsung dengan anak yang lainnya sehingga pada strategi ini terbentuklah bahasa anak.
3.      Strategi Modifikasi
Strategi modifikasi adalah strategi pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning atau pembiasaan, serta membantunya untuk lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri. Strategi ini dapat diterapkan dalam meningkatkan keterampilan sosial anak tunanetra.
Pada strategi modifikasi guru mengubah perilaku siswa tunanetra dan ini bisa dilakukan untuk pembelajaran bahasa juga. Misalnya, guru mengubah bahasa dari anak tersebut yang awalnya bahasa anak tersebut masih kurang menjadi baik.
Agar strategi pembelajaran bahasa anak tunanetra tidak terhambat dan berjalan dengan efektif diperlukan alat penunjang untuk membantu anak tunanetra mendapatkan informasi dalam keterampilan bahasa :
1.      Komputer Berbicara
Komputer berbicara adalah komputer dengan program JAWS. Komputer yang memudahkan penyandang tunanetra mengakses informasi dari internet maupun ketika menulis suatu informasi atau materi.
2.      Huruf Braille
Braille adalah sejenis sistem tulisan yang digunakan oleh tunanetra. Braille dapat digunakan untuk menulis dan membaca bagi anak tunanetra.
3.      Digital Ascesible System (DAISY) Player
DAISY Player digunakan untuk mempermudah penyandang tunanetra untuk memperoleh informasi dari buku tertentu yang telah diubah menjadi bentuk suara.
4.      Buku Bicara (Digital Talking Book)
Digital talking book adalah perangkat yang memungkinkan pembaca tidak hanya menikmati suara audio yang dibacakan dari buku, namun juga memungkinkan pengguna untuk melewati beberapa teks untuk mencari topik atau pencarian kata tertentu.
5.      Termoform
Termoform adalah merupakan mesin pengganda bacaan penyandang tunanetra dengan menggunakan kertas ksusus yaitu braillon.
6.      Telesensory
Telesensory merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperbesar hurf-huruf agar terbaca oleh penderita tunanetra lowvision.
Pada dasarnya pembelajaran bahasa bagi anak tunanetra sama saja dengan anak pada umumnya. Anak tunanetra hanya memiliki hambatan pada penglihatan nya dan para ahli meyakini bahwa kehilangan penglihatan tidak membuat anak mengalami hambatan dalam bahasa. Pembelajaran bahasa pada anak tunanetra itu harusnya menggunakan pengalaman-pengalaman yang dialami dan menggunakan konsep benda konkrit supaya apa yang diajarka dapat dimengerti oleh anak tunanetra.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk dipergunakan bertutur dengan manusia lainnya dengan tanda, misalnya kata dan gerakan.
Anak tunanetra dalam pembelajaran bahasa diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan anak agar anak dapat mengerti konsep bahasa anak tunanetra. Prinsip pembelajaran anak tunanetra diantaranya, prinsip individual, totalitas, kekonkritan/pengalaman penginderaan, dan aktivitas mandiri (selfactivity).
Strategi pembelajaran bahasa untuk anak tunanetra dapat digunakan strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi.
Agar pembelajaran bahasa bagi anak tunanetra berjalan dengan baik diperlukan alat penunjang yang dapat membantu anak tunanetra dalam mendapatkan informasi, seperti huruf braille, komputer berbicara, dan lain-lain
B.     Saran
Untuk pembelajaran bahasa bagi anak tunanetra diperlukan guru yang mampu memberikan strategi ynag sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Karena kemampuan dam kreatifitas guru sangat diperlukan untuk pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus agar pembelajaran yang disampaikan dapat dimengerti oleh anak tunanetra.


DAFTAR PUSTAKA

Wardani, IG.A.K, dkk. 2009. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka
AS. Hidayat, Asep & Suwandi, Ade. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra. Jakarta Timur : PT Luxima Metro Media
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.
www.psikologiku.com/perkembangan-bahasa-pada-anak-tuanetra/
http://vajengpertiwi.blogspot.com/2015/05/makalah-pendidikan-anak-berkebutuhan_
http://misspeanut25.blogspot.co.id/2014/10/makalah-strategi-pembelajaran-bagi-anak.html
http://d-tarsidi.blogspot.co.id/2007/11/dampak-ketunanetraan-terhadap.html
dedi26.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-strategi-pembelajaran.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

NILAI RUJUKAN KURIKULUM

SIMULASI MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF DAN KREATIF